Merajut Keretakan UIN dan Unsyiah di Momen Hardikda
![]() |
@roni_officialnet |
Jelang Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-60 yang diperingati setiap 2 September dan dirayakan hari ini, Selasa (3/9/2019), dihiasi berbagai perseturuan yang kalau diingat sungguh menyayat hati. Keretakan terjadi antara UIN Ar-Raniry dan Unsyiah, dua institusi besar yang lahir dari rahim dan cita-cita yang sama.
Dua hal yang paling santer dan sempat memancing emosi kedua pihak. Pertama, Unsyiah meminta pengosongan Asrama Putri UIN Ar-Raniry. Kedua, peminjaman lapangan tugu untuk penutupan orientasi mahasiswa baru UIN Ar-Raniry yang kabarnya tidak diberi izin oleh pihak Unsyiah.
Bertempat sama-sama di Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, Banda Aceh. Punya mimpi dan cita-cita yang sama, didirikan dan diresmikan secara bersama-sama pula. Kenapa sekarang sudah berbeda-beda? Kenapa tidak sama-sama lagi?
Mari flashback! *Biar nggak ngantuk
Dahulu, tepatnya 2 September 1959 Presiden RI pertama, Ir Soekarno meresmikan tugu Kopelma Darussalam sebagai pusat pendidikan di Aceh. Hardikda menjadi momen pengingat bahwa hari itu begitu bersejarah bagi pendidikan di Aceh. Semuanya tergambarkan dari tulisan Presiden Soekarno di Tugu Kopelma Darussalam: Tekad Bulat Melahirkan Perbuatan Nyata, Darussalam Menuju Pelaksanaan Cita-Cita.
Presiden Soekarno meresmikan Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam sebagai pusat pendidikan yang didalamnya terdiri dari UIN Ar-Raniry yang mempelopori bidang pendidikan agama dan Unsyiah pada bidang sains atau ilmu alam. Semuanya berjalan searah sesuai pendekatan bidang masing-masing.
Kedua institusi yang disebut Jantong Hate Rakyat Aceh ini saling mengisi, berjalan searah dan bergandengan tangan dalam mencerdaskan putra-putri bangsa di Aceh tanpa ada saling curiga, saling sikut, saling gesek, apalagi sampai saling sikat. Sebab keduanya punya mimpi yang sama terhadap pendidikan di Aceh.
Mars Darussalam yang dinyanyikan kedua institusi ini dalam acara resmi apapun, terutama saat wisuda dan orientasi mahasiswa baru menjadi bukti bahwa UIN dan Unsyiah dilahirkan dari rahim dan mimpi yang sama. Namun yang jadi pertanyaan kini, kenapa malah sudah sering ribut-ribut?
Satu jawaban yang pasti, kurangnya komunikasi antara kedua institusi ini. Petinggi kampus UIN dan Unsyiah harus lebih sering (maaf) ngopi. Perbanyak silaturrahim dan ngobrol menghadapi situasi-situasi genting seperti sekarang ini dengan suasana yang lebih (maaf) santuy. Begitu pun dengan lembaga mahasiswanya seperti BEM dan DEMA, harusnya lebih santuy lagi.
Membangun sekat, saling sikut, saling sikat, haruskah? Ini sama halnya dua orang yang sedarah saling menganiaya. Sekali lagi, kita dilahirkan dari rahim yang sama dan mimpi yang sama. Saling nafsi-nafsi antara satu sama lain itu, kurang baik.
Dua institusi dari perut yang sama harus saling mengisi, saling membangun dan saling menutupi. Terlebih di era digital seperti sekarang. Pihak ketiga akan dengan mudahnya menciptakan provokasi untuk menghancurkan kita. Sekali lagi, menghancurkan kita!
Pihak yang tidak senang dengan kebangkitan pendidikan di Aceh akan tertawa ria menyaksikan dua saudara ini saling ribut. Para pahlawan pendidikan terdahulu yang begitu gigih memperjuangkan Kopelma Darussalam tentu akan sedih melihat kondisi kita seperti sekarang ini.
Di momen Hardikda ini, mari kembali bergandeng tangan, merajut kembali yang sempat retak. Dilahirkan dari rahim yang sama, mari berkolaborasi dan kurangi kompetisi. Kita ciptakan pendidikan yang hebat dari kedua institusi ini menuju Aceh yang makmur, disegani dan bermartabat. Jangan ribut-ribut lagi ya ke depan!
Ayo ngopi!
Post a Comment for "Merajut Keretakan UIN dan Unsyiah di Momen Hardikda"
Post a Comment