Widget HTML #1

Di Tangan Nadiem, Kualitas Pendidikan Indonesia Diperkirakan Akan Maju dalam 3 Tahun Mendatang

Foto: Graham Crouch/Bloomberg via Getty Images
Lupakan laporan PISA dan berbagai survei lain tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Ada saatnya bangsa ini mulai menanamkan optimisme untuk mimpi yang lebih besar di depan sana. Kita segera meraih titik terang itu.

Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo secara resmi menunjuk Founder GoJek, Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2019-2024.

Jujur, penulis sendiri seperti menarik nafas lega saat tahu Nadiem dipilih menjadi Menteri Pendidikan. 

Ada semacam optimisme yang membuat hati ini terasa menjadi lebih lapang. Optimisme karena Presiden Jokowi menunjuk sosok kreatif menjadi orang nomor satu di kementerian yang seolah sedang flu berat. Lama sekali bangkit walau sudah diguyur APBN sebesar 20 persen setiap tahunnya.

Sosok kreatif, ceketan dan enerjik sangatlah dibutuhkan di kementerian yang amat lamban seperti Kemdikbud ini. Kita tidak menyalahkan menteri sebelumnya, tetapi Indonesia memang butuh tenaga segar, anak-anak muda yang daya berpikirnya masih lebih kuat dan cemerlang dibanding kaum tua.

Soal kreatifitas, Nadiem tidak perlu diragukan lagi. Menyandang status decacorn (istilah untuk starup yang punya nilai minimal 10 miliar dolar) atau 142 triliun rupiah, Nadiem bersama GoJek sudah mengalahkan kekayaan Garuda Indonesia, Kompascom (14/8/2019).

Referensi lain menyebutkan, dikutip dari Katadata (21/5/2019) per Maret 2019 aplikasi GoJek sudah diunduh 142 juta kali dan mempekerjakan dua juta pengemudi se-Asia Tenggara. Bagaimana tidak lahir optimisme pada diri Anda jika orang-orang seperti ini masuk ke Kementerian Pendidikan?

Ketimpangan dan pendidikan

Satu-satunya obat menghadapi kemiskinan dan pengangguran adalah melalui pendidikan. Kalau pendidikan sudah baik, tidak ada lagi yang terluntang-lantung dengan persoalan remeh temeh seperti harus makan apa hari ini dan sebagainya.

Nadiem dengan segala keterbatasannya, berharap besar bisa memberikan terobosan terhadap dunia pendidikan di Indonesia hari ini. 

Layaknya terobosan pada GoJek yang mampu mempertemukan antara pengguna dan pencari kerja yang tak sedikit jumlahnya, diharapkan hal demikian di temukan dalam dunia pendidikan kita di tiga tahun mendatang.

Terutama dalam hal pemerataan kualitas pendidikan dan peningkatan kapasitas guru. Hal ini penting sekali menjadi sorotan dan sekiranya segera dicari jalan keluar agar Indonesia segera "merdeka" dari amukan kebodohan dan ketimpangan.

Strategi Nadiem Makarim

Kalau kita lihat dari strategi yang coba dibangun Nadiem untuk pendidikan di Indonesia saat ini, untuk penulis sendiri sangat sangat-sangat memberikan angin segar menuju sebuah perubahan yang diharapkan.

Dikutip dari Liputan6com (4/12/2019), ada empat strategi Nadiem untuk menciptakan SDM unggul di Indonesia. 

Pertama, konsep kemerdekaan dalam belajar. Konsep ini menitikberatkan pada kebebasan berekspresi dan berkreativitas bagi siswa/mahasiswa serta memerdekakan lembaga pendidikan seperti sekolah/kampus dari berbagai regulasi dan bikrokratisasi yang justeru malah memperlambat kemajuan dunia pendidikan.

Sebab diketahui komponen di ataslah yang sebenarnya memperlambat pertumbuhan pendidikan di Indonesia itu sendiri. Saat negara lain sudah bicara bagaimana cara ke bulan, kita sendiri belum selesai dengan urusan administratif yang panjang, rumit dan minim sekali manfaat.

Belum selesai dengan administrasi tahun ini, eh sudah masuk tahun baru saja. Kapan fokus untuk memperbaiki kualitas pendidikan kalau begini jadinya kalau guru dan dosen terus-terusan disibukkan dengan administrasi.

Kedua, melahirkan sosok leadership (kepemimpinan) dari lembaga pendidikan. Sekolah dan perguruan tinggi sudah saatnya beralih orientasi dari menghasilkan siswa/mahasiswa yang excellent di atas kertas tetapi nol di masyarakat.
Indonesia memang masih sangat minim sekali sosok leadership. Berharap dari institusi pendidikan berhenti mencetak orang pintar, tetapi mari mulai melahirkan pemimpin-pemimpin yang cerdas dan berkarakter.

Ketiga, menanamkan budaya literasi. Kita memang sedang dihadapkan pada ere keterbukaan. Satu sisi memberikan kemudahan terhadap akses informasi, namun di sisi lain telah melalaikan banyak orang untuk hal-hal yang sedikit sekali manfaatnya seperti games, medsos dan berbagai hal yang sifatnya hura-hura semata.

Budaya membaca harus ditumbuhkan kembali terutama di kalangan keluarga. Seorang ayah harus mulai membiasakan diri memegang buku sambil ngopi di pagi hari. Mulai membuat pojok buku dan langkah lebih keren lagi kalau ada pustaka mini di masing-masing rumah. 

Kemudian mahasiswa harus ditanamkan rasa suka terhadap kemampuan menulis dengan ikut kompetisi blogging, esai bahkan mengajukan beasiswa riset untuk jurnal. Jika sudah seperti, aktivitas membaca pun akan ikut bersamaan dengan sendirinya.

Keempat, menghapus Ujian Nasional (UN). Saya kira kita memang harus segera bergerak ke arah sana. Lihatlah bagaimana Finlandia, salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia. 

Mereka di sana tidak ada yang namanya ujian akhir. Karena pada dasarnya yang demikian hanya akan menekan mental siswa dan memicu pemalsuan hasil ujian melalui berbagai bocoran yang sudah jadi realita dan tidak asing lagi bagi sekolah di daerah-daerah. 

Daripada pusing pikir UN, mending kita pusing bagaimana cara meningkatkan pemerataan pendidikan di Indonesia. Menurut hemat penulis hal ini jauh lebih bermanfaat ketimbang guru harus menyiapkan bocoran jawaban UN setiap tahunnya yang malah berdampak mengajari siswa untuk berlaku curang dan korupsi di masa yang akan datang.

Selanjutnya dikutip dari Telsetid (23/10/2019), Nadiem juga mulai mengarahkan pendidikan Indonesia melalui implementasi teknologi yang maksimal.

Hal ini diketahui memang teknologi tidak mampu menggantikan guru. Tetapi teknologi bisa menjadi alat yang mampu mempercepat (katalis) kemajuan pendidikan di Indonesia, terutama dalam hal pemerataan kualitas pendidikan tadi.

Selanjutnya yaitu meningkatkan kesejahteraan guru. Poin ini penting sekali. Bagaimana mungkin melahirkan cetak biru pendidikan yang hebat kalau pengajarnya belum berdamai dengan dirinya sendiri. Belum berdamai dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, jaminan sosial dan serta kapasitas (kemampuan) dalam mengajar. 

Mustahil rasanya berharap melahirkan anak-anak bangsa yang hebat jika gurunya belum berkapasitas dan berkualitas. Nah!

Kemudian Nadiem ingin menghubungkan institusi pendidikan dengan institusi lain. Inilah yang penulis kira masih kurang di dunia pendidikan kita sebelumnya. Tidak ada sinergitas antara kebutuhan industri dengan institusi pendidikan. 

Bersyukur sekali rasanya bila Nadiem mulai konsen dengan hal ini sebab sekolah dan perguruan tinggi sudah saatnya meninggalkan sistem belajar yang monoton dan mulai berpikir di luar lingkaran (think out of the box) bagaimana anak-anak didik bisa melahirkan banyak karya yang sekiranya bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang banyak.

Menutup tulisan ini, penulis ingin ingatkan kembali bahwa Indonesia sedang mendapat berkah karena dihadapkan dengan bonus demografi (usia produktif jauh lebih banyak dari usia tua) dalam beberapa dekade ke depan. 

Mari kita manfaatkan kesempatan ini agar slogan "SDM Unggul, Indonesia Maju" tidak hanya berhenti pada slogan tetapi menjadi sebuah keniscayaan dan kenyataan yang benar-benar bisa disaksikan di masa yang akan datang.

Semua itu bisa diwujudkan dengan melakukan inovasi terhadap pendidikan kita hari ini. Semoga di tangan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, indikator kemajuan pendidikan Indonesia pada tahun 2022 dapat terlihat. 

Jika Indonesia sudah maju dengan pendidikannya, insya Allah kita akan menjadi bangsa yang berdaya saing dan disegani, bukan lagi jadi negara yang menjadi pengimpor (tempat pembuangan) sampah negara tetangga. Nah!

Post a Comment for "Di Tangan Nadiem, Kualitas Pendidikan Indonesia Diperkirakan Akan Maju dalam 3 Tahun Mendatang"